Surakarta, 9 Juli 2025 — Dalam upaya meningkatkan kualitas dan profesionalisme pelayanan ibadah Haji dan Umrah, PT Firdaus Mulia Abadi (FMA) menyelenggarakan Sertifikasi dan Pelatihan Muthawwif dan Tour Leader selama dua hari, Selasa dan Rabu, 8–9 Juli 2025, bertempat di Kusuma Sahid Prince Hotel, Kota Surakarta. Acara ini diikuti Muthawwif dan Tour Leader FMA seluruh Indonesia.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kompetensi keagamaan dan hard skill para calon muthawwif dan tour leader yang akan membimbing jamaah di Tanah Suci. Salah satu materi unggulan dalam pelatihan ini adalah Pembekalan Keagamaan oleh KH. Mustain Nasoha, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Qur’an Surakarta.
Dalam pemaparannya, KH. Mustain Nasoha menegaskan bahwa seorang muthawwif idealnya menguasai fiqih Haji dan Umrah dari keempat mazhab utama (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) agar mampu memberikan bimbingan yang solutif dan tepat sasaran bagi jamaah dari berbagai latar belakang.
“Alhamdulillah, selain Fiqih dasar Haji dan Umroh, telah saya sampaikan 67 persoalan fiqih terkini seputar Haji dan Umrah, yang ditinjau dari sudut pandang empat mazhab dan dilengkapi dengan khilafiyah para ulama dalam setiap mazhab,” ujar KH. Mustain Nasoha di hadapan para peserta.
Beberapa topik yang dibahas secara mendalam oleh Kyai antara lain:
- Hukum menyembelih damdi luar Tanah Haram (seperti di Indonesia)
- Hukum tawaf bagi perempuan yang sedang haidh
- Nafar Awal mulaipukul 00 malam 12 Dzulhijjah
- Shalat berjamaah di Masjidil Haram dari hotel( online )
- Shalat berjamaah dengan posisi imam di belakang makmum
- Wukuf di Arafah yang tidak mengikuti tanggal resmi pemerintah Arab Saudi
- Dan lain sebagainya.
Menurut KH. Ahmad Muhammad Mustain Nasoha, yang saat ini juga dipercaya sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta, terdapat tiga alasan mendasar yang menjadikan penguasaan fiqih empat mazhab sebagai kebutuhan esensial bagi setiap muthawwif dalam membimbing ibadah Haji dan Umrah.
1. Menghadapi Keragaman Latar Belakang Jamaah
Setiap jamaah Haji dan Umrah datang dari berbagai negara dan daerah dengan tradisi keagamaan yang beragam. Sebagian mengikuti mazhab Syafi’i, lainnya mungkin berasal dari tradisi Hanafi, Maliki, atau Hanbali. Dengan menguasai fiqih empat mazhab, seorang muthawwif dapat memberikan bimbingan yang sesuai dengan keyakinan fiqih jamaah, tanpa memaksakan satu pendapat dan tetap menjaga kenyamanan serta kekhusyukan ibadah mereka. Sebagaimana nasehat Sayyidina Umar bin Khattab
“تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا” (Belajarlah fiqih sebelum kalian memimpin)
- Menjadi Solutif dalam Situasi Darurat dan Masalah Fiqih Lapangan
Di Tanah Suci seringkali muncul kondisi darurat yang tidak ditemukan di buku panduan umum, seperti: haid saat akan tawaf, sakit saat wukuf, keterlambatan saat nafar awal, dsb. Dalam kondisi seperti itu, pemahaman terhadap pendapat-pendapat mazhab yang berbeda dapat menjadi solusi syar’i yang sah. Muthawwif yang hanya memahami satu mazhab akan mudah buntu, sedangkan yang menguasai empat mazhab akan lebih fleksibel dan siap memberi alternatif yang kuat secara dalil. Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
“من ضاق عليه الأمر فليأخذ بقول الإمام مالك” (Jika engkau kesulitan dalam masalah, ambillah pendapat Imam Malik).
- Menumbuhkan Sikap Toleransi dan Hilangnya Fanatisme Mazhab
Belajar empat mazhab melatih muthawwif untuk melihat bahwa perbedaan dalam fiqih adalah rahmat, bukan konflik. Ini membentuk karakter pemimpin rombongan yang bijak, inklusif, dan tidak mudah menyalahkan jamaah hanya karena berbeda praktik. Sikap seperti ini sangat penting dalam memelihara harmoni dan ukhuwah di tengah jamaah yang terdiri dari latar belakang keilmuan yang beragam. Imam al-Qarafi (Maliki) berkata:
“الاختلاف في الفروع ليس من باب التفرقة، بل من باب التوسعة.”
Artinya : Perbedaan dalam masalah cabang fiqih bukanlah bentuk perpecahan, melainkan ruang keluasan dari Allah.
Pelatihan ini diapresiasi tinggi oleh Direktur Utama PT Firdaus Mulia Abadi, Bapak Haji Tri Winarto, S.Si, yang turut hadir membuka kegiatan tersebut. Dalam sambutannya, beliau menyatakan:
“Kami berkomitmen mencetak muthawwif yang tidak hanya paham teknis lapangan, tetapi juga memiliki kedalaman ilmu keagamaan yang representatif. Bekal pemahaman lintas mazhab adalah syarat mutlak agar bimbingan kepada jamaah tidak kaku dan penuh empati. Semoga pelatihan ini menjadi bagian dari ikhtiar kolektif kami dalam memuliakan tamu Allah.”
Haji Tri Winarto juga berharap agar program ini menjadi model pelatihan nasional yang bisa diadopsi oleh biro perjalanan Haji dan Umrah lainnya di Indonesia.
“Kami ingin menjadi pelopor pembinaan muthawwif berbasis ilmu dan adab. Ini bukan hanya soal pelayanan, tetapi juga dakwah dalam bentuk yang paling nyata,” tambahnya.
Kegiatan ini diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai cabang FMA di seluruh Indonesia dan diakhiri dengan uji kompetensi serta penyerahan sertifikat resmi.
Semoga kegiatan ini membawa keberkahan dan mendorong peningkatan kualitas pelayanan ibadah umat Islam di Tanah Suci. Amin.