Dalam syariat Islam, bersentuhan atau mencium lawan jenis non-mahram secara umum hukumnya haram, karena termasuk dalam kategori muqaddimāt az-zinā (perbuatan yang menjadi jalan menuju zina).
Adapun persoalan wanita kecil (ṣaghīrah), meskipun secara syar‘i dan biologis belum termasuk dalam kategori wanita yang membangkitkan syahwat, tetap sebaiknya dihindari, bahkan cenderung haram, karena potensi fitnah dan dorongan syahwat di zaman sekarang jauh lebih besar (ghalabat al-fitan wa ta‘addud al-mafsadah).
Oleh sebab itu, sikap paling selamat (al-iḥtiyāṭ al-aḥsan) adalah tidak menyentuh dan tidak mencium wanita kecil non-mahram sama sekali, kecuali dalam keadaan ḍarūrah yang jelas (seperti pengobatan atau penyelamatan) dengan syarat-syarat ketat sebagaimana ditetapkan para fuqahā’.
Dengan demikian, meninggalkan perbuatan itu lebih utama dan lebih menjaga kehormatan (‘iffah) serta menutup pintu fitnah (sadd az-zarī‘ah), sebagaimana kaidah:
دَرْءُ المَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ المَصَالِحِ
“Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan.”
Allah telah berfirman didalam Al-Qur’an
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
“Katakanlah kepada orang-orang beriman agar mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya.” (QS. An-Nūr [24]: 30)
Ayat ini mencakup kewajiban menutup segala jalan menuju syahwat — termasuk menyentuh, memandang, atau mencium lawan jenis non-mahram.
Nabi bersabda :
لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
“Sungguh ditusuk kepala seseorang dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ṭabarānī, al-Baihaqī; dinilai ḥasan oleh al-Albānī)
Hadis ini menunjukkan bahwa setiap bentuk sentuhan antara laki-laki dan wanita non-mahram adalah haram jika disertai syahwat atau berpotensi menimbulkan fitnah.
Pendapat Empat Mazhab
- Mazhab Ḥanafiyyah
Dalam Tuḥfat al-Fuquhā’ (3/333) disebutkan:
وأما المس فيحرم سواء عن شهوة أو عن غير شهوة وهذا إذا كانت شابة فإن كانت عجوزا فلا بأس بالمصافحة إن كان غالب رأيه أنه لا يشتهي ولا تحل المصافحة إن كانت تشتهي وإن كان الرجل لا يشتهي
Artinya:
Menyentuh wanita muda haram, baik dengan atau tanpa syahwat. Namun bila wanita itu sudah tua dan aman dari syahwat, boleh bersalaman.
Anak kecil yang belum menimbulkan syahwat disamakan dengan perempuan tua renta, maka boleh disentuh atau dicium tanpa syahwat, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Najīm dan Ibnu ‘Ābidīn: al-kabīr al-ma’mūn min asy-syahwah yaitu orang (atau anak kecil) yang tidak menimbulkan syahwat. (Baḥr ar-Rā’iq, 8/219; Ḥāsyiyah Ibnu ‘Ābidīn, 1/407)
- Mazhab Mālikiyyah
Dalam Ḥāsyiyah aṣ-Ṣāwī ‘alā asy-Syarḥ aṣ-Ṣaghīr (11/279):
وَلَا تَجُوزُ مُصَافَحَةُ الرَّجُلِ الْمَرْأَةَ الْأَجْنَبِيَّةَ
“Tidak boleh laki-laki bersalaman dengan wanita ajnabi (non-mahram).”
- Mazhab Syāfi‘iyyah
Dalam Ḥāsyiyah al-Bujayrimī ‘alā al-Khaṭīb (10/113):
فَإِنْ كَانَتْ مَحْرَمِيَّةً أَوْ زَوْجِيَّةً أَوْ مَعَ صَغِيرٍ لَا يُشْتَهَى أَوْ مَعَ كَبِيرٍ بِحَائِلٍ جَازَتْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ وَلَا فِتْنَةٍ
Artinya:
“Jika bersalaman dengan anak kecil yang tidak menimbulkan syahwat, hukumnya boleh, asalkan tanpa syahwat dan tidak menimbulkan fitnah.”
Maka menyentuh atau mencium anak kecil non-mahram dibolehkan menurut Syafi‘iyyah bila aman dari syahwat dan fitnah. Jika anak kecil tersebut menimbulkan syahwat walaupun belum baligh, atau menimbulkan fitnah dalam pandangan umum maka hukumnya haram.
- Mazhab Ḥanābilah
Dalam al-Iqna‘ fī Fiqh al-Imām Aḥmad (1/239):
ولا يجوز مصافحة المرأة الأجنبية الشابة
“Tidak boleh bersalaman dengan wanita muda non-mahram.”
Namun dalam al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (37/360-361) dijelaskan bahwa:
Bersalaman dengan anak kecil diperbolehkan menurut Hanafiyah, Hanabilah, Syafi‘iyyah (qaul ashaḥ), dan Malikiyah selama anak kecil tersebut belum menimbulkan syahwat.
Kesimpulan :
Jika anak kecil tersebut meskipun belum baligh telah menimbulkan rasa tertarik, rangsangan, atau dapat menimbulkan fitnah dalam pandangan masyarakat, maka sebaiknya dihindari sepenuhnya, karena kecenderungannya kuat menuju perbuatan yang haram.
Sikap yang paling selamat dan menjaga kehormatan adalah tidak bersentuhan maupun mencium sama sekali, sebagai bentuk menutup jalan (sadd az-zarī‘ah) dan menjaga diri dari hal-hal yang dapat menyeret kepada dosa dan fitnah.
